Home » Bisnis » 4 Masalah Merek Hak Kekayaan Intelektual Populer HAKI

4 Masalah Merek Hak Kekayaan Intelektual Populer HAKI

masalah merek hak kekayaan intelektual haki

Perselisihan merek hak kekayaan intelektual (HAKI) yang menyertakan merek populer di Indonesia bukan satu hal yang baru. Beberapa kasus berkaiatan dengan hal itu telah sering berlangsung.

Berikut lima masalah opsi yang tersangkut merek populer dalam 3 tahun paling akhir yang diadili di Pengadilan Niaga pada Pengadialn Negeri Jakarta Pusat sampai ke step kasasi:

1. Masalah Pierre Cardin

masalah merek hak kekayaan intelektual haki

Pierre Cardin adalah seorang designer baju branded populer asal Perancis yang memakai namanya dalam bermacam jenis produk baju. Team hukumnya pernah ajukan tuntutan merek menantang Alexanter Satryo Wibowo yang disebut pebisnis lokal asal Indonesia.

Pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim menampik tuntutan yang dikirimkan oleh Pierre Cardin. Salah satunya faktanya ialah majelis hakim mengaku ada merek Pierre Cardin punya Alexander yang sudah didaftarkan lebih dulu pada 29 Juli 1977.

Tidak stop sampai disana, Pierre Cardin meneruskan kasus itu sampai tingkat Kasasi. Tetapi, usaha ini kembali lagi gagal.

Ini ditekankan selanjutnya oleh Mahkamah Agung dalam keputusan kasus Nomor 557/K/Pdt.Sus-HKI/2015 jika Alexander pemilik merek Pierre Cardin lokal mempunyai pembanding dalam produknya.

2. Masalah Lexus Merek Hak Kekayaan Intelektual Haki Lexus dari Toyota Motor Corporation

masalah merek hak kekayaan intelektual haki

Perusahaan yang telah berdiri semenjak 28 Agustus 1937, sempat juga jadi object perselisihan di pengadilan.

Masalah ini bermula saat pemilik merek Lexus ajukan tuntutan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menantang ProLexus yang disebut perusahaan punya lokal.

Lexus selaku Penggugat minta supaya registrasi merek ProLexus bisa diurungkan sebab dipandang sudah lakukan niat tidak bagus, yakni memakai nama ProLexus dengan arah untuk “membonceng” nama yang cukup dikenali oleh warga.

Disamping itu, dalam tuntutannya, faksi Lexus menjelaskan jika hal itu bisa memunculkan kerancuan yang nanti mengakibatkan warga memiliki pendapat jika di antara Lexus dan ProLexus mempunyai keterikatan di sektor bisnis.

Namun, Majelis hakim memenangi faksi ProLexus, baik di tingkat pertama dan di tingkat kasasi.

3. Masalah Monster Energy Company Pada Tahun 2015

masalah merek hak kekayaan intelektual haki

Ada satu kembali masalah berkenaan merek di mana pemilik merek Hak Kekayaan Intelektual asing selaku Penggugat sekalian Pemohon tidak dimenangi oleh Majelis Hakim.

Monster Energy Company, dulu namanya Hansen Beverage Company adalah perusahaan minuman asal California, Amerika Serikat yang melontarkan tuntutannya menantang Andria Thamrun, pemilik merek lokal yang namanya monster ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Salah satunya sebagai fakta pemilik merek California ajukan tuntutan itu sebab menganggap jika merek Monster lokal mempunyai kesamaan pada dasarnya dengan merek Monster Energy yang dari Amerika Serikat itu.

Majelis hakim tingkat pertama mengatakan jika tuntutan itu tidak bisa diterima. Masalah itu bersambung sampai ke tingkat kasasi.

Dalam keputusan nomor 70/Pdt.SUS/Merek/2014/PN.Niaga Jkt.Pst, Majelis Hakim kembali lagi menampik permintaan kasasi dari faksi Monster energy California dan merestui berkeberatan dari pemilik merek lokal karena tuntutan itu prematur.

4. Masalah Bioneuron Awalnya September 2015

masalah merek hak kekayaan intelektual haki

PT Phapros yang disebut perusahaan lokal berawal dari Semarang ajukan permintaan kasasi menantang Merck KGaA yang disebut perusahaan farmasi multinasional berawal dari Jerman.

Masalah ini bermula pada Januari 2015, di mana Merck ajukan tuntutan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pemilik Merck memandang jika PT Phapros sudah memakai nama merek Bioneuron tanpa ada setahunya yang mempunyai kecocokan wujud, ucarapan dan bunyi.

Hal itu dipandang bisa membuat customer salah dalam membandingkan perusahaan pemilik merek yang berkaitan. Terkait dengan ini, PT Phapros selaku Tergugat memandang jika tuntutan itu dibuat-buat hingga tidak bisa dibetulkan.

Majelis Hakim dalam pengadilan tingkat pertama memutus jika faksi Merck selaku Penggugat bisa memperkuat dalil-dalilnya hingga di tingkat pertama, faksi Merck dimenangi.

Tidak terima dengan keputusan Majelis Hakim di tingkat pertama, PT Phapros ajukan permintaan kasasi sebab menganggap jika Majelis Hakim dalam pengadilan tingkat pertama berkesan berpihak.